Aku dan Dia
Dia hanya ingin menjadi sesuatu yang baru. Dia benci pada semua yang ada
pada dirinya. Dia tidak ingin seperti ini. Tapi, perubahan yang dia harapkan
tidak mungkin terjadi. Dia terlalu muda untuk melakukan suatu perubahan itu.
Namun keinginannya terlalu kuat. Terlalu kuat sampai dia tidak bisa
mengendalikan diri.
Lalu aku melihat kea rah cermin. Dan aku melihatnya. Aku bisa melihat
kekuatan yang ada dalam dirinya. Dia menatapku penuh arti. Namun aku tau, hanya
dia yang mengerti sepenuhnya arti dari tatapannya itu. Sudah cukup! Jangan
menatap ke arahku lagi! Aku benar-benar tak sanggup bila dalam situasi
menyeramkan ini. Aku benar-benar tak sanggup.
Ku tutup mataku dengan kedua telapak tanganku sendiri. Semakin aku
mengalihkan tatapanku, semakin aku menghindarinya, dia semakin meraung. Dia
berusaha menggapaiku. Dia berusaha keluar dari batas itu. Untuk memelukku.
Namun aku berlari. Kusudahi situasi yang getir dan menyeramkan itu. Namun aku
tau, aku akan tetap bertemunya lagi.
Aku tak mengerti. Aku sangat mengenalnya. Aku selalu melihatnya. Sengaja
atau tidak sengaja. Namun aku tetap ingin lari darinya. Namun aku tetap takut.
Dia bisa menjadi hitam dan bisa menjadi putih. Dia adalah hitam, dia selalu
mendorongku untuk melakukan apa yang belum aku lakukan, bahkan sesuatu
berbahaya yang terus dia bisikan pada telinga hatiku. Namun dia adalah putih.
Begitu suci, begitu baik, sempurna tutur kata dewa. Sampai aku tidak bisa
mengendalikan diri. Aku selalu begitu terhanyut dalam perasaannya.
Dia kesepian. Dia sendirian. Dia hanya memiliki aku dalam kehidupannya.
Dia selalu membicarakan sesuatu yang telah terjadi kepadanya di MASA LALU. Dia
selalu berbicara tentang kepahitan dan keputus asaan. Dia selalu memperlihatkan
sosok dirinya hanya padaku. Namun dia adalah pemberontak. Dia selalu mengobrak
abrik isi hatiku. Dia selalu membakar pikiranku. Dia melukaiku.
Suatu hari saat dimana aku sendiri pun tidak dapat mengendalikan
pikiranku sendiri, dia datang melukaiku. Dia berusaha membunuhku. Silet yang
dia goreskan pada sebelah kiri tanganku. Tidak terasa sakit sedikitpun. Dia
terus menggoreskan luka. Dia semakin menjadi, hingga aku ketakutan dan dia
berhenti. Berhenti berusaha mematikan kehidupanku.
Siapa sebenarnya Dia? Mengapa Dia selalu mengendalikan diriku? Mengapa
aku tidak pernah melawan dan tetap diam? Mengapa meskipun berlari keluar
angkasa pun Dia tetap tidak pernah menjauh? Mengapa dan sampai kapan? Apakah
Dia adalah diriku sendiri? Entahlah..
karya : Ocha patricia lovato hillenburg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar